|
Tiada ungkapan yang paling indah selain pujian kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang karena
atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Etika
Politik Dan Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan untuk Nabiullah Muhammad SAW, Sang revolusioner sejati, Nabi yang
telah menghamparkan permadani-permadani keislaman dan menggulung tikar-tikar
kejahiliaan.
Dalam
penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pergulatan
ilmiah dan pergulatan religius, oleh karena itu ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya penulis haturkan kepada
Orang tua penulis yang senangtiasa memberikan doa dan semangat kepada penulis,
juga teman-teman kuliah yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
pembuatan skripsi ini. Dan juga terima kasih kepada teman-teman kost yang telah
menganggu penulis, tetapi dengan itu penulis lebih bersemangat lagi dalam
menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
Makassar,Desember 2013
penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
.....................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
A.
Peran Pemerintah
........................................................................
B.
Pembangunan Wilayah Perkotaan
..................................................
C.
Good Urban Governance .............................................................
D.
Kerangka Berfikir
....................................................................
E.
Fokus Penelitian
........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................
A.....................................................................................................
B.....................................................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................
A. Hasil penelitian..........................................................................
B.Pembahasan hasil penelitian........................................................
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan ……………………………………………………
B.
Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh
bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin sarat. Oknum-oknum organisasi
pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung
masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good
governance yang selama ini dielukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi
mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari
tidur panjangnya. Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk
yang dihasilkan hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan
sekelompok orang. Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus
menjadi perhatian serius. Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi
tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance.
Negara seharusnya memfasilitasi
keterlibatan warga dalam proses kebijakan publik. Menjadi salah satu bentuk
pengawasan rakyat pada Negara\ dalam rangka mewujudkan good governance. Memang
akan melemahkan posisi pemerintah. Namun, hal itu lebih baik daripada
perlakukan otoriter dan represif pemerintah.
Mewujudkan konsep good governance dapat
dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam,
sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good
governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan
hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang
dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu
menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang
baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan (Hunja, 2009).
Good governance pada dasarnya adalah
suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya
yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Negara berperan memberikan
pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan
sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada
3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi,
lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak
yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha
(penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga
pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara
yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban
besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi
(Efendi, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang yang telah di
kemukakan, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana sikap masyarakat mengenai keputusan pemerintah
selama ini?
2.
Seberapa efektifkah kinerja pemerintah dan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat?
3.
Apakah pemerintah
telah membangun wilayah perkotaan berdasarkan prinsip Good Urban Governance sesuai
dengan peraturan daerah kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang rencana tata ruang wilayah kota Makassar ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin di capai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah Kecamatan Tamalanrea
terhadap pembangunan wilayah perkotaan berdasarkan prinsip Good Urban
Governance.
D. Manfat Penelitian
Dengan selesainya penelitian Peran
pemerintah terhadap pembangunan Wilayah perkotaan berdasarkan prinsip Good
Urban Governance di Kecamatan Tamalanre Kota Makassar, di harapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Dapat di jadikan
sebagai referensi bagi pemerintah ataupun calon penerus bangsa dalam menata
pembangunan wilayah perkotaan berdasarkan prinsip Good Urban Governance akan
menjadi lebih baik untuk kedepannya.
2.
Dapat memberi
masukan bagi pemerintah maupun calon penerus bangsa mengenai pembangunan
wilayah perkotaan berdasarkan prinsip Good Urban Governance.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritik
A. Peran Pemerintah
Teori peran (role theory)
mendefinisikan “peran” atau “role” sebagai “the boundaries and sets
of expectations applied to role incumbents of a particular position, which are
determined by the role incumbent and the role senders within and beyond the
organization’s boundaries” (Banton, 1965; Katz &Kahn, 1966, dalam Bauer, 2003: 54).
Kota diartikan sebagai suatu sistem
jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi
dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya
yang matrealistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan
penduduk daerah belakangnya. Beberapa aspek kehidupan di kota antara lain aspek
sosial sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi , dan pusat
pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu memiliki tingkat atau
rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut sejarah perkembangannya kota
itu berasal dari tempat-tempat pemukiman sederhana (Bintarto dalam
radonkey.blogspot.com).
Fungsi kota antara lain yaitu sebagai
pusat produksi (production centre), sebagai pusat perdagangan (centre
of trade and commerce), sebagai pusat pemerintahan (political capital),
sebagai pusat kebudayaan (culture centre), dan sebagai pusat kesehatan
atau rekreasi (health and recreation) (indahpurnamawati.blogdetik.com).
Dalam pengertian dan fungsi kota yang ada
di atas, tentu saja kita telah mempunyai gambaran sedikit tentang bagaimana
penataan ruang kota dalam bentuk yang nyata. Apakah sama teori tentang kota
tersebut dengan fakta yang terjadi dilapangan? Pada tulisan ini, saya mencoba
menyusun tentang esai yang berkaitan dengan penataan-penataan ruang wilayah
dengan sub topik pengendalian.
Perencanaaan wilayah pada dasarnya adalah
menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zona) yang dengan tegas diatur
penggunannya dan ada wilayah yang kurang diatur penggunaannya agar pemanfaatan
itu dapat memberikan kemakmuran yang cukup besar kepada masyarakat baik jangka
pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanan dan terciptanya
keamanan. Selain itu akan dapat membantu atau memandu para pelaku ekonomi untuk
memilih kegiatan apa yang perlu dikembangkan di masa yang akan datang dan
dimana lokasi kegiatan seperti itu masih diizinkan oleh pemerintah dan masyarakat
sekitarnya. Hal ini dapat mempercepat pembangunan karena investor mendapatkan
kepastian hukum tentang lokasi usahanya untuk menjamin keteraturan dan
menjauhkan benturan kepentingan (Robinson Tarigan, Perencanaan Pembangunan
Wilayah: 2005, halaman 49 dalam jurnal online).
J.A.Corry,(2008). Pemerintahan merupakan
pengejiwaan yang kongkrit di Negara yang terdiri di badan orang yang
melaksanankan tujuan Negara.
JAA Van Doom,(2007). Pemerintahan adalah
Ilmu pengetahuan tentang struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang
bersifat stabil.
B. Pembangunan Wilayah Perkotaan
Teori pembangunan
dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan
ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma
modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan
perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang
menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan
(under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia
(world system theory) sesuai dengan klasifikasi Larrain (1994). Selanjutnya Tikson
(2005), membaginya kedalam tiga klasifikasi teori pembangunan, yaitu
modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma
tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
Pembangunan
merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah,
2005).
Deddy T. Tikson
(2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju
arah yang diinginkan.
Kenyataan menunjukkan bahwa daya saing dapat pula diperoleh
dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara menerus. keunggulan
komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan teknologi. Namun demikian, setiap
wilayah masih mempunyai faktor keunggulan khusus yang bukan didasarkan pada
biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi
untuk pembaruan. Suatu wilayah dapat meraih keunggulan daya saing melalui empat
hal yaitu keunggulan faktor produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan masyarakat,
dan besarnya investasi.
C. Good Urban Governance
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan membuat sulit tercapainya kata“sepakat”.
Tata kelola perkotaan (urban
governance) semakin mengalami perkembangan di era otonomi daerah.
Berdasarkan UU No. 32/2004 otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pengertian ini, maka otonomi daerah memberikan ruang dan kesempatan
bagi pemerintah daerah untuk berkreasi dan berinovasi dalam pengembangan dan pembangunan
daerah yang berkelanjutan.
Berdasarkan UNHCS Habitat (2001), good urban governance dapat didefinisikan sebagai upaya merespons berbagai masalah pembangunan kawasan perkotaan secara efektif dan efisien yang diselenggarakan oleh pemerintah yang akuntabel dan bersama-sama dengan unsur masyarakat. Disini ada beberapa prinsip yang selayaknya diterapkan yaitu keberlanjutan (sustainability), subsidiaritas (subsidiarity), keadilan (equity), efisiensi (efficiency), transparansi (transparency) dan akuntabilitas (accountability), keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement) dan penduduk (citizenship), dan keamanan (secutity) dimana norma-norma ini saling tergantung dan saling memperkuat.
Pelaksanaan prinsip keberlanjutan pada dasarnya membutuhkan visi dan misi yang kuat dari pemerintah kota dalam mengembangkan dan membangun kawasan perkotaan. Persoalan utama yang terjadi di kota-kota besar saat ini adalah semakin menumpuknya penduduk di perkotaan sebagai akibat arus urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk ini akhirnya menuntut pemerintah kota untuk melakukan pembenahan dan penambahan infrastruktur perkotaan seperti penyediaan perumahan yang layak huni, penyediaan penerangan dan air bersih, penambahan dan perbaikan drainase, dan penyediaan tempat pembuangan akhir.
Pada dasarnya konsep penataan ruang
wilayah adalah untuk pemanfaatan pembangunan yang harus mengacu pada beberapa
aspek seperti, keamanan, kenyamanan, produktifitas serta dapat bermanfaat
secara luas bagi semua lapisan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan konsep
penggunaan ruang ini bukan hanya untuk hari ini dan tahun depan saja tapi untuk
generasi dimasa depan.Berdasarkan UU
No. 22/1999 pasal 1 kawasan perkotaan adalah kawasan yang memiliki kegiatan
utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan dibedakan menjadi empat hal
yaitu: a) kawasan perkotaan yang berstatus administratif kota; b) kawasan
perkotaan yang merupakan bagian dari daerah kabupaten; c) kawasan perkotaan
baru yang merupakan hasil pembangunan yang merubah kawasan pedesaan menjadi
kawasan perkotaan; dan d) kawasan perkotaan yang menjadi bagian dari dua atau
lebih daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik
perkotaan.
Ketidakmerataan jumlah penduduk ini perlu menjadi perhatian khusus bagi
pemerintah kota untuk meningkatkan pembangunan di daerah. Disini pemerintah
kota dituntut untuk menjalankan prinsip good urban governace dengan
melakukan pelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kota,
menciptakan innovasi dengan pemanfaatan teknologi informasi, dan membangun
sinergi dengan kawasan perkotaan lainnya. Penerapan prinsip-prinsip good urban governance secara luas dan
konsisten dalam pengelolaan kawasan perkotaan. Walaupun kampanye terhadap good governance di dunia telah
dikembangkan sejak awal tahun 1990-an, namun bagi Indonesia, pengadopsian
prinsip-prinsipnya belum mencapai taraf yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh
karenanya, otonomi daerah merupakan momentum yang tepat bagi para pengelola
kota dalam menerapkan prinsip-prinsip good
governance untuk peningkatan kualitas pelayanan publik untuk kesejahteraan
masyarakat.
D. Fokus Penelitian
Pada
bab ini memaparkan mengenai Peran pemerintah terhadap pembangunan wilayah
perkotaan berdasarkan prinsip Good Urban Governance di Kecamatan Tamalanrea
Kota Makassar. Sesuai dengan kondisi daerah perkotaan Kecamatan Tamalanrea yang menjadi pusat penelitian bahwa masyarakat setempat berpendapat bahwa
pembangunan dan peyediaan pelayanan bagi masyarakat belum maksimal.
Hal
inilah yang perlu di perhatikan oleh pemerintah demi terwujudnya Prinsip Good
Urban Governance (Tata pemerintahan Kota yang baik).
Adapun data yang
di temukan dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara yang telah di
lakukan oleh penulis dengan masyarakat yang ada di Kecamatan Tamalanrea Kota
Makassar, pada umumnya masyarakat belum merasakan manfaat atas pelayanan dari
peran pemerintah setempat, seperti: Penambahan dan pembenahan infrastruktur, penyediaan
pelayanan yang belum maksimal.
BAB IV
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini berfokus pada daerah
Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Kecamatan Tamalanrea merupakan salah satu dari 14 Kecamatan yang berada di Kota Makassar
yang berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah utara, Kecamatan Biringkanaya
di sebelah timur, Kecamatan Panakkukang di sebelah selatan dan di sebelah
barat.
Kecamatan
Tamalanrea terdiri dari 6 kelurahan dengan luas
wilayah 31,86 km² yang terbagi di daerah Pantai dan bukan pantai dengan
topografi ketinggian antara permukaan
laut. Adapun Empat Kelurahan daerah bukan pantai yaitu Kelurahan Tamalanrea
Indah, Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kelurahan Tamalanrea dan Kelurahan Kapasa.
Sedangkan daerah lainnya yaitu Kelurahan Parangloe dan Kelurahan Bira merupakan
daerah pantai.
Kecamatan Tamalanrea ini sendiri
mempunyai letak jarak masing-masing tiap kelurahan ke pusat kota Makassar berkisar antara 4 - 10 km. Berikut table
jumlah penduduk kota tamalanrea per kecamatan :
No.
|
Kecamatan
|
Luas Wilayah (KM2)
|
Jumlah RT-RW
|
Jumlah Penduduk
|
Jumlah Warga miskin
|
Kawasan kumuh
|
Jumlah Bangunan Permukiman
|
|||||||||||
RT
|
RW
|
KK
|
Jiwa
|
KK
|
Jiwa
|
Luas (M2)
|
Jml RT-RW
|
Permanen
|
Semi Permanen
|
Non Permanen
|
||||||||
Tamalanrea
|
31.86
|
334
|
67
|
32727
|
124991
|
1858
|
1132
|
46186
|
3714
|
2420
|
||||||||
KOTA
|
176.37
|
5644
|
1121
|
309338
|
1747562
|
44159
|
173363
|
183.7
|
0
|
177882
|
52378
|
26309
|
||||||
DATA JUMLAH KK PER KELURAHAN
|
||||||||||||||||||
KOTA MAKASSAR TAHUN 2010
|
||||||||||||||||||
No.
|
Kecamatan
|
Kelurahan
|
JMLH
|
|||||||||||||||
Rumah
Tangga
|
||||||||||||||||||
14
|
Tamalanrea
|
1
|
Tamalanrea
Jaya
|
3.412
|
||||||||||||||
2
|
Tamalanrea
Indah
|
5.565
|
||||||||||||||||
3
|
Bira
|
2.382
|
||||||||||||||||
4
|
Parang Loe
|
1.371
|
||||||||||||||||
5
|
Kapasa
|
7.242
|
||||||||||||||||
6
|
Tamalanrea
|
7.024
|
||||||||||||||||
Jumlah
|
||||||||||||||||||
B. Pembahasan Hasil penelitian
Berdasarkan tabel hasil pengumpulan
data dari masyarakat dapat di ketahui dengan jelas peran pemerintah belum
maksimal. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan sekitar 85%
masyarakat yang kurang puas dengan hasil pembangunan wilayah perkotaan di di
Kecamatan Tamalanrea. Selain itu, kurangnya transparansi pembagian tugas dan
wewenang yang jelas dalam pelaksanaan proyek pembangunan wilayah perkotaan
serta transparansi informasi dalam pelayanan publik yang sesuai dengan koridor atau aturan serta
harapan masyarakat. Kurangnya perhatian dan tanggungjawab pemerintah terhadap
masyarakat setempat membuat masyarakat resah dan merasa tidak aman.